Senin, 28 Maret 2011

Mencontek dan Merasa Benar




Hakikat pendidikan sejatinya adalah mencerahkan bukan sebaliknya membutakan mata hati nurani manusia. Itu artinya, kita harus berguru pada dan untuk KEBENARAN. Tujuan pendidikan bukan menuntut siswa agar mendapat nilai 100. Tujuan pendidikan sejatinya adalah menciptakan manusia-manusia unggul yang nantinya dapat mempertanggungjawabkan kehidupan bagi dirinya sendiri, lingkungan dan Tuhan. Namun itu semua bergantung pada diri masing masing individu. Mayoritas para siswa hanya mengandalkan usaha mereka untuk menyontek ketimbang mengandalkan usahanya sendiri dengan cara belajar. Hal tersebut sepertinya sudah menjadi hal yang lazim dikalangan pelajar masa kini. Budaya mencontek yang seharusnya dibuang jauh jauh malah tersimpan erat bahkan sudah mendarah daging dalam diri setiap pelajar yang selalu mencontek. Ironisnya lagi mereka yang sering melakukan hal tersebut tidak pernah merasa bersalah. Hal demikian mungkin dapat disebabkan karena mencontek sudah menjadi suatu kebiasaan yang mutlak dilakukan disetiap kesempatan.
Citra suatu sekolah memang diukur dari perolehan nilai dari para siswanya , akan tetapi cara untuk mencapai nilai tersebut juga harus dipertanyakan. Apakah para siswa murni dalam mengerjakan soal ataukah mereka menghalalkan cara yang sebenarnya tidak halal.
Sebagai pelajar sekolah khususnya di SMA N 5 tercinta ini, sudah sepatutnya kita menghapus dan membuang budaya “nyontek” tersebut, agar sekolah tercinta ini dapat diakui sebagai sekolah yang berpredikat baik dan mampu bersanding dengan SMA – SMA lain.
Dalam kurun waktu akhir – akhir ini kita berhasil meraih prestasi yang cukup membanggakan dalam UAN. Namun prestasi tersebut masih sulit dipertanggung jawabkan karena entah para siswa kita murni dalam mengerjakan soal – soal tersebut ataukah masih ngepek.
Hmm………….. penulis bertanya “Apakah sulit bagi para siswa untuk merubah kebiasaan mencontek yang sudah sering mereka lakukan…????”
Menurut pendapat penulis , merubah kebiasaan tersebut tidaklah sesulit menggendong berton – ton baja. Asal kita mau menahan diri agar tidak melakukan hal tersebut dan kita juga mau berusaha untuk belajar pasti semuanya dapat berjalan dengan baik.
Faktor utama para siswa mencontek adalah karena siswa tidak belajar. Tetapi, di luar itu karena faktor lingkungan, yakni faktor di luar siswa. Salah satunya karena ada kesempatan dengan tidak adanya pengawasan yang ketat dan sanksi yang tegas dari para pengajar. Menurut sumber yang pernah dibaca penulis bahwa tradisi menyontek secara umum adalah cermin dari gagalnya dunia pendidikan kita secara umum. Secara khusus, ini juga cermin dari rendahnya kualitas sebagian guru kita. Pemerintah memang telah meningkatkan program sertifikasi untuk meningkatkan mutu guru. Tetapi, secara umum hasilnya belum terlihat.
Di era ini, sebagaimana yang telah kita ketahui para pejabat negara yang memegang peran penting malah korupsi untuk menyenangkan diri sendiri. Hal tersebut sungguh tidak patut untuk dilakukan. Apalagi di Indonesia ini, yang sebagian rakyatnya hidup dibawah garis kemiskinan. “Kapan kita dapat sejahtera……???” ckckck……. Sungguh mirisnya jika mendengar kisah – kisah para pejuang devisa yang hidupnya jauh dari kelayakan, sedangkan para peng-korupsi dengan enaknya leha – leha dibalik meja

Tindakan amoral berupa korupsi merupakan tindakan yang berasal dari kebiasaan. Seseorang melakukan korupsi umumnya sudah terbiasa bertindak tidak jujur. Karena itu, pemberantasannya pun harus melalui kebiasaan mempraktikkan kejujuran.Tempat yang tepat dan strategis untuk mempraktikkan kejujuran adalah sekolah. Sekolah merupakan tempat untuk menanamkan dan mempraktikkan kejujuran yang akan mengarah ke tindakan antikorupsi. Mengingat sekolah adalah tempat untuk melatih berpikir dan membuat berbagai pertimbangan; seorang anak dikirim ke sekolah agar menjadi pandai dan baik, cerdas dan berkepribadian. Di dalam sekolah itulah berbagai kebiasaan mewujudkan nilai (value) dilatihkan, baik secara langsung maupun tidak. Keajekan dan kontinuitas yang direncanakan adalah ciri melekat yang ada pada setiap sekolah. Ruang, waktu, dan para calon penerus kemajuan bangsa tersedia di sekolah. Para siswa itulah yang nanti akan menjadi penentu arah kemajuan bangsa. Maju-mundurnya bangsa ditentukan maju-mundurnya generasi muda.
Oleh karena itu, asal kita ketahui “KORUPSI” merupakan puncak dari kebiasaan mencontek semasa sekolah dan kebiasaan berlaku tidak jujur. Nah, penulis menginginkan agar kawan – kawan semua berhenti untuk berbuat curang tersebut. Lebih baik kita bekerja sendiri agar kita dapat mengukur kemampuan yang telah kita dapat
Penulis tahu bahwa pasti semua siswa ingin menyuguhkan raport dengan nilai yang baik bahkan memuaskan untuk para orang tua masing – masing, namun untuk mencapai hal itu tidak dibenarkan jika para siswa sekalian bela – belain nyontek. Para orang tua kita pasti akan lebih bangga jika mengetahui bahwa anaknya mampu jujur dalam mencapai nilai – nilai tersebut.
Bukan hanya orang tua yang bangga,tetapi bangsa ini pun juga dapat berbangga memiliki putra dan putri bangsa yang berakhlak mulia, karena para pelajar adalah generasi penerus bangsa. Dengan mulianya akhlak para pelajar masa kini ,penulis yakin bahwa ditahun – tahun kedepan Indonesia dapat bangkit bersama generasi - generasi yang jujur, karena negara ini tidak hanya membutuhkan orang – orang yang pandai dalam bidang ilmu pengetahuan, akan tetapi juga membutuhkan orang – orang yang jujur dan berdedikasi tinggi.
Sehingga , pada dasarnya kitalah pihak utama yang harus berusaha keras untuk memperbaiki budaya bangsa itu. Karena kita adalah siswa yang menjadi harapan bagi masa depan negara Indonesia tercinta ini. Apalagi kita adalah siswa SMA 5 , jadi sudah sepantasnya kita membuang jauh – jauh budaya nyontek.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar